Tesis Pengembangan Produk : Peningkatan Indeks Kualitas Produk pada Pengembangan Produk

Judul Tesis :  Peningkatan Indeks Kualitas Produk pada Tahap Pengembangan Produk di PT. XYZ dengan Metode Six Sigma

 

A. Latar Belakang

Setiap tahun, PT. XYZ menghasilkan kurang lebih 300 jenis boneka baru, yang terdiri dari : boneka lama dengan kemasan baru, boneka lama dengan beberapa tambahan aksesoris baru, dan boneka yang belum pernah di produksi sebelumnya. Banyaknya jenis boneka yang dihasilkan membuat proses pengembangan produk harus dilakukan dengan cepat dan tepat.

Tahapan pengembangan produk di PT. XYZ terdiri dari :Engineering Piloting (EP), Final Engineering Piloting (FEP), Production Piloting (PP), dan Production Start (PS). PT. XYZ mensyaratkan batas minimal indeks kualitas produk (Quality Index – QI) 90 di setiap tahapan pengembangan produk (kecuali EP, karena pada saat EP hanya melihat bisa tidaknya rancangan produk dibuat, sehingga belum memakai persyaratan QI). Apabila QI masih di bawah 90, maka proses pengembangan produk tidak bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya, sampai kualitas produk diperbaiki dan dites ulang (requalification, selanjutnya disebutdengan requal) , sehingga QI mencapai 90. Misalkan QI pada tahap FEP adalah 30, kemudian setelah dilakukan requal pertama, QI meningkat menjadi 80, maka produk tersebut masih belum bisa lanjut ke tahap PP karena QI masih di bawah 90. Untuk itu, diperlukan requal kedua atau ketiga sampai QI mencapai 90 baru bisa lanjut ke tahap PP. Proses requal yang berulang-ulang mengakibatkan proses pengembangan produk menjadi terhambat.

 

B. Perumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada boneka MH dimana permintaan pasar terhadap boneka ini mengalami peningkatan yang cukup tajam sejak pertama kali diluncurkan, dan banyak sekali masalah selama proses pengembangan boneka ini. Data selama tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata QI pertama boneka MH pada tahap FEP adalah -336.27.

Kualitas pengembangan boneka MH masih sangat rendah, rata-rata QI pertama FEP masih negatif (-336), sedangkan target QI yang disyaratkan adalah 90 atau setara dengan 2.78 sigma. Penyebab utama rendahnya QI adalah kegagalan torso dan molded part penyusunnya. Akan dilakukan peningkatan kualitas torso boneka MH menggunakan metode Six Sigma.

 

C. Landasan Teori

Definisi Kualitas

“Quality is a slippery concept” (Naomi Pfeffer and Anna Coote, 1991). Definisi kualitas dipengaruhi oleh cara pandang yang bersifat subyektif dari setiap orang. Kualitas sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri dari kualitas desain atau rancangan dan kualitas kesesuaian atau kecocokan.

Sejarah Six Sigma

Pada tahun 1986, keluar sebuah pendekatan baru dari bagian komunikasi yang pada saat itu dikepalai oleh Georghe Thiler, mengenai konsep perbaikan inovatif yang kemudian disebut Six Sigma. Six Sigma merupakan cara yang sederhana dan konsisten untuk melacak dan membandingkan kinerja yang disyaratkan pelanggan dan sebuah target kualitas yang sempurna secara proaktif. Motorola menerapkan Six Sigma pertama kali, dengan tujuan melakukan peningkatan kualitas untuk memenuhi kepuasan pelanggan dan menerapkan target tidak lebih dari 3.4 per juta peluang produk gagal. Motorola memperbaiki kualitasnya, dimulai dari disain produk dan mengakomodasi variasi sekecil mungkin, sehingga diperoleh produk akhir yang sama secara konsisten. Motorola mencatat setiap kerusakan dan dianalisa dengan teknologi statistik untuk dilakukan perbaikan.

 

Definisi Six Sigma

Six sigma adalah program peningkatan kualitas yang secara umum bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen suatu perusahaan atau instansi lain terkait pelanggan dan secara khusus bertujuan untuk memperbaiki proses produksi yang difokuskan pada usaha untuk mengurangi varian proses dan mengurangi cacat produk, sedemikian rupa sehingga cacat yang terjadi hanya 3.4 DPMO.

 

D. Metodelogi Penelitian

Metode penghitungan QI pada PT. XYZ menggunakan sistem demerit, dimana setiap ketidaksuaian produk dengan spesifikasi (cacat) akan mengurangi nilai QI.

Pada fase analyze dilakukan analisis dan identifikasi akar permasalahan sehingga dapat diketahui tindakan penanggulangan tepat. Metode yang akan dipakai pada fase ini adalah fishbone diagram dan FMEA.

Pada fase improve, dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada tahap analyze sehingga permasalahan bisa direduksi atau bahkan dihilangkan.

Fase control merupakan fase terakhir dalam metode six sigma. Fase ini dilakukan setelah usulan perbaikan dilaksanakan, didokumentasikan, dan dijadikan standar. Tools yang dipakai pada fase ini adalah process capability dan Go-No Go jig.

 

E. Kesimpulan

Berdasarkan tahapan-tahapan six sigma dari mulai define, measure, analyze, improve, dan control yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada fase define dapat diketahui bahwa rata-rata QI pertama pada tahap FEP selama tahun 2011 sangat rendah, yaitu -336,27, dan hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa rendahnya QI pertama disebabkan oleh kegagalan pengetesan fungsi pada torso dan molded part penyusunnya.

2. Pada fase measure diidentifikasi ada 7 karakter kualitas yang disyaratkan oleh pelanggan, dan dari 7 CTQs tersebut ada 2 CTQs yang tidak terpenuhi karena kegagalan pengetesan fungsi pada torso dan molded part penyusunnya, yaitu : gaya yang diperlukan untuk memasang tangan berkisar antara 0-4lbs dan gaya yang diperlukan untuk melepas tangan berkisar antara 2-8lbs.

3. Pada fase analyze melalui metode FMEA, berdasarkan nilai RPN terbesar, dapat diketahui bahwa penyebab utama kegagalan fungsi torso adalah pemilihan material lower arm yang tidak tepat, karena terlalu keras.

 

Contoh Tesis Pengembangan Produk

  1. Pengembangan Produk Baru Sebagai Alat Strategis untuk Meraih Keunggulan di Pasar yang Bersaing
  2. Pengembangan Produk Water Base Liquid Insecticide Spray Sebagai Pengganti Hit Oil Spray
  3. Peningkatan Indeks Kualitas Produk pada Tahap Pengembangan Produk di PT. XYZ dengan Metode Six Sigma
  4. Perancangan dan Pengembangan Produk Mesin Pemanen Padi (Combine) Portable
  5. Perancangan dan Pengembangan Produk Repair Clamp Pipa
  6. Persepsi Karyawan Internal PT. Karimun Granite Tentang Pengaruh Isu-Isu Manajerial dan Elemen Produk Industri terhadap Keputusan Pengembangan Produk Internasional PT. Karimun Granite
  7. Strategi Pengembangan Produk Fanta pada PT Coca-Cola Indonesia
  8. Strategi Pengembangan Produk Unggulan Usaha Sektor Informal Tradisional
  9. Analisa Konseptual Pengembangan Produk dengan Pendekatan Analisa Conjoint- Studi Kasus PT Sinar Sosro